Blogvertorial Jinakan Blogger Kritis?

Blogvertorial. Blog + Advertorial. Advertorial sendiri barangkali Advertisement + Editorial. Jadi Blogvertorial = Blog + Advertisement + Editorial? ย Saya sendiri pertama kali membaca tulisan tentang blogvertorial dari blog milik om ndorokakung di sini. Intinya blogvertorial adalah blog yang memuat tulisan pesanan sponsor untuk mempromosikan suatu produk.

Keberadaan blogvertorial ini, mengacu pada tulisan ndorokakung memang sudah ada sejak lama. Ndorokakung menulisnya pada tanggal 16 November 2007. Berarti blogvertorial sudah ada sebelum tanggal itu. Dan akhir – akhir ini blogvertorial menjadi marak setelah digarap oleh Om Kukuh T Wicaksono dengan idblognetwork -nya.

Ide untuk memonetisasi blog dengan menulis advertorial terbukti mendapat sambutan hangat dari blogger – blogger Indonesia. Terlihat dari roadshow idblognetwork yang disambut meriah di banyak kota. Posting advertorial -pun sekarang dapat ditemukan dengan mudah ditulis oleh banyak blogger Indonesia.

Semalam saya sedikit haha hihi dengan teman – teman menggosipkan teman blogger yang menulis advertorial bertabur pujian di blognya. Padahal masih ingat beberapa bulan sebelumnya ia menyumpah – nyumpah habis – habisan produk yang sekarang ia review. Ya iyalah, siapa yang mau ngasih dia job review kalau produk yang ngasih job malah dijelek – jelekan. Meskipun produk tersebut memang jelek. ๐Ÿ˜€

Teman saya itu kemudian googling dan menunjukan kepada saya beberapa blogvertorial yang senada dengan yang dihaha hihikan pada paragraf di atas.

Haha hihi kami kemudian ngelantur pada pertanyaan “Blogvertorial sukses jinakan blogger kritis?”

Selama ini kemerdekaan berpendapat di ranah online Indonesia yang katanya tingkat kebebasanya paling bebas di antara negara – negara ASEAN memang membuat pemegang brand hampir tidak kuasa untuk mengendalikanya. Sepanjang yang saya tahu hanya ada relatif sedikit blogger yang kena masalah karena mengkritik habis – habisan sebuah brand. Jangankan hanya brand, mengkritik habis – habisan pemerintah saja jamak dilakukan oleh blogger Indonesia.

Nah, di sinilah saya pikir Om Kukuh jeli melihat keadaan. Dan cukup banyaknya brand yang memberikan job review pada blogger adalah bukti kemampuan Om Kukuh dalam meyakinkan pemegang brand akan efektifitas blogvertorial ini.

Seorang blogger yang ingin mendapat job review dari brand melalui idblognetwork, menurut teman saya, akan berpikir dua kali untuk menulis kritik pedas terhadap sebuah brand. Bukan karena takut dituntut di pengadilan. Melainkan pertimbangan akan jangan – jangan brand yang akan ia kritik kelak akan memberikan job review. Ngga lucu kiranya bila sekarang memaki besok memuji. Akan asik dibayangkan bila kelak blogvertorial akan marak dengan review tentang partai politik. Kalau terbukti efektif meredam kritik saya pikir partai politik tidak akan pelit menggelontorkan duitnya untuk membayar blogvertorial. ๐Ÿ˜€

Pendapat seperti ini memang perlu dibuktikan. Saya penasaran menunggu ada blogger yang dalam satu blog menulis kritik produk sekaligus menulis blogvertorial untuk suatu produk.

Dengan lebih banyak blogger yang berpartisipasi menulis blogvertorial tentu saja akan menggenjot konten positif tentang suatu produk di internet. Apalagi saat ini mulai marak menulis blogvertorial semi SEO. Singkatnya pujian dan rekomendasi suatu produk akan mendominasi halaman depan pencarian google daripada kritik dan keluhan terhadap sebuah produk.

Nah, nampaknya blogvertorial ini perlu dipertimbangkan google sebagai variable dalam algoritma panda yang baru saja diterapkan. ๐Ÿ˜€

Saya sendiri selama ini memanfaatkan google untuk mendengar opini, kritik dan keluhan blogger atau onliner dimana saja terhadap suatu produk yang akan saya gunakan atau produk yang saat ini saya gunakan. Saya tidak akan membaca puja puji syukur pada suatu produk dari blogger. Fitur dan puja – puji dari sebuah produk telah lebih mudah ditemukan dari iklan dan official website suatu produk.

Apakah makin maraknya penulisan blogvertorial akan mempengaruhi independensi, kredibilitas dan reputasi blogger di mata pengguna produk? Bisa dijawab dengan “Pinter – pinter si blogger dalam mengemas blogvertorial mereka” Mungkin teman saya akan membalas tanya “Berapa banyak sih blogger yang pinter menulis advertorial?

15 komentar di “Blogvertorial Jinakan Blogger Kritis?

  1. Wah, artikel ini sudah memberikan kritik telak kepada saya, Mas. ๐Ÿ™‚ Saya selama ini memang tukang kritik di blog. Dan akhir-akhir ini juga menulis advertorial brand dari produk yang ironinya juga pernah saya kritik.

    Tanpa bermaksud membela diri sebetulnya jauh sebelum ini diributkan selama ini saya sudah terbiasa mengkritik dan memberikan apresiasi sekaligus di blog saya. Saya pernah menulis review positif, juga pernah menulis kritik sekaligus di blog saya. Dan itu tak tak dibayar semuanya kecuali yang advertorial.

    Kalau Mas Jarwadi tak percaya silahkan telusuri arsip artikel blog saya yang berlabel Telkomsel (http://www.diptara.com/search/label/Telkomsel). Di situ ada banyak artikel yang beragam. antara ada yang memuji dan mengkritik. Kalau saya intinya akan menuliskan apa yang saya alami dan praktekkan saja. Saya pun dengan tegas akan menolak kalau diminta mereview produk yang buruk. Terlalu mahal harus menggadaikan reputasi dengan uang yang besarnya tak seberapa.

    Jadi dalam menulis advertorial pun juga sama. Pantang bagi saya nulis advertorial kalau belum mencobanya sendiri dan melihat apa yang menjadi kelebihan produknya.

    Oh, ya di IBN pun sebetulnya juga ada himbauan begitu. Dalam menulis advertorial harus ditulis dari sudut pandang user experience. Bukan ditulis dengan style seperti produsen dalam mengiklan. Artinya, advertorial harus kuat sisi editorialnya dan itu dihasilkan dari test uji karena kita sebagai konsumen sudah menggunakan produknya.

    Ya, tapi saya sadar tak semua blogger melakukan atau bisa seperti itu. Saya pernah menjumpai seorang blogger publisher IBN yang mereview produk WhatsApp dan saya test tanya apakah Anda sudah mencobanya? Jangan bilang ke saya kalau belum nyoba tapi sudah berani nulis review ini. Dan dia jujur dan malu-malu mengatakan ke saya ternyata belum mencobanya.

    Tetap bertahan di sisi idealis jika sudah ada uang di dalamnya memang tak mudah, Mas. Namun seyogyanya antara kritik dan advertorial semestinya tetap mesra berdampingan dalam sebuah blog untuk membuktikan kita punya intregritas kejujuran. Artinya, kalau mau independence ya seharusnya begitu. Saya pernah menuliskannya di artikel http://www.diptara.com/2011/04/antara-idealisme-tuntutan-independen.html yang mengulas masalah ini.

    Terlepas dari itu semua, produk buruk tentu tidak berlaku seterusnya, kan? Mereka, para pemegang merk juga banyak, kok yang sportif mau mengakui kekurangannya dan akhirnya menerima kritik dari kita terus memperbaiki produk atau pelayanannya.

    Oke, next akan saya buktikan bahwa saya masih berani mengkritik brand yang pernah membayar saya seperti yang saya upadate di Twitter tadi.

    Terima kasih banyak, Mas atas kritiknya. ๐Ÿ™‚

    • wah, saya sama sekali tidak bermaksud mengritik pak joko, selama beberapa bulan mengenal pak joko, saya mengenal tulisan anda sebagai tulisan “dewasa”, saya belum membaca kritik yang anda tulis.

      blogvertorial yang saya ceritakan ini disponsori oleh, **yg saya cerita anda via twitter semalam, ngga enak mau menaruh link nya di sini

      poin yg ingin saya sampaikan dalam posting ini sebenarnya potensi yang bisa ditimbulkan oleh maraknya blogvertorial.

      Kita sudah lumrah denger ada money laundring, siapa tahu, siapa tahu, besok ada istilah brand laundring on the internet, hehehe

  2. saya tertarik dengan pertanyaan diakhir itu:
    Apakah makin maraknya penulisan blogvertorial akan mempengaruhi independensi, kredibilitas dan reputasi blogger di mata pengguna produk?
    saya percaya bahwa masyarakat kian cerdas, dan bukan tak mungkin blogvertorial indonesia yg saat ini nampak menemukan momentum juga menyimpan potensi pukulan balik sebagaimana pertanyaan di atas.

    secara normatif, tentu tdk akan ada masalah jika menulis tetap berada pada koridor user experience. namun jika asal tulis demi duit, memang itulah yg suatu saat akan memukul balik.

    dan sayangnya, yang jamak terjadi adalah, saat bertemu uang, tulangpun dapat menjadi lunak ๐Ÿ˜ฆ

  3. Sedikit ngeri juga membaca advertorial bisa membuat jinak blogger2 yang Kritis, karena sekarang Periklanan lewat blog di Indonesia lagi maju-majunya dan memberikan bnyak berkah kepada blogger2 yang sebelumnya menulis sama sekali tanpa dibayar.

    Semoga saja kedepannya tidak seperti itu om:). Karena kalo seperti itu,, wah ngeblog jadi gak asyk, padahal mendapatkan referensi dari blog itu menurutku yang terbaik .

  4. Sebenarnya isi tulisan advertorial TIDAK SELALU melulu berupa puja-puji. Jadi, saya harap tidak digeneralisir begitu mas. Seolah-olah isi tulisan advertorial cuma menyanjung atau memuji produk yang direview. Itu sebuah kekeliruan.

    Yang saya lihat, tulisan advertorial cenderung lebih kepada penginformasian layanan/produk terbaru dari sebuah brand. Lengkap disertai dengan fitur-fitur yang ditawarkan. Jadi, saya rasa lebih kepada muatan informasi. Mungkin saja masih ada pembaca yang belum mengetahuinya dan merasa terbantu setelah menyimak tulisan advertorial tersebut.

    Jadi, tetap berpotensi memberikan manfaat. Namun, bagi kita yang sudah mengetahui informasinya, tentu saja akan sangat tidak berguna dan mungkin hanya diaanggap sampah.

    Jika tulisan advertorial dinilai identik dengan puja-puji, mungkin karena si penulisnya berharap bahwa dengan begitu, ia pasti akan dibayar. Atau mungkin sebagai ungkapan rasa tidak enak karena telah diberi pekerjaan mereview. Tentu saja tidak semua penulis advertorial seperti itu modelnya. Jadi, hanya berlaku per kasus. Alias tidak bisa digeneralisir.

    Saya sendiri jujur saja merasa memperoleh wawasan dan tambahan pengetahuan setelah menyimak beberapa tulisan advertorial oleh beberapa publisher IBN, terutama jika mereka juga menambahkan dengan opini dan pengalaman pribadi yang objektif selama terlibat dengan produk yang ia tulis.

    Namun, tentu saja saya juga kurang menyukai jika isinya hanya puja-puji yang kurang punya dasar pengalaman pribadi.

    • kalau kemarin teman – teman saya sudah menunjukan ke saya beberapa blogvertorual “puja puji”, sekarang tolong kasih saya link blogvertorial yang bagus, 10 blogvertorial dari 10 penulis saja ๐Ÿ˜€

      posting saya ini bukan melulu menyampaikan opini pribadi saya tentang blogvertorial, melainkan hanya menuliskan kembali pendapat teman teman ngobrol saya yang lagi asik ngebahas blogvertorial dan dampaknya ke depan ๐Ÿ˜‰

  5. wah wah…. salam kenal untuk penulis kritis lainnya selain Mas Joko…

    sejak pertama saya sudah suka banget sama blog sejenis blognya mas Joko dan ternyata saya juga suka sama blog ini…

    karena saya belum pernah menulis blogvertorial jadi saya tidak bisa mengomentari lebih jauh…

  6. tulisan ini menarik utk disimak ๐Ÿ˜€

    blog mungkin ke depan (atau sekarang bahkan dari dulu ya) sudah seperti TV atau koran, yg awalnya kita menuntut idealisme, karena memberitakan kenyataan disatu sisi mereka juga melakukan iklan entah nyata maupun terselubung yang bisa jadi berlawanan dengan pemberitaan ๐Ÿ˜€

    betul banget, sekarang seperti TV maupun koran, pinter2 kita memilih kanal TV, beli koran sesuai dg keinginan. atau membaca yang penting2 saja ๐Ÿ˜€

  7. hampir sama dengan review yang mana memang biasanya cendrung akan diungkapkan bagus dan jeleknya sebuah brand.

    Misalnya aja sebuah brand ponsel yang baru meliris type terbaru dan tentunya sebuah koran ponsel akan mereviewnya keunggulan dan kekurangan produk tersebut bukan malah memuji habis-habisan :mrgreen:

    tapi ya itu tadi โ€œBerapa banyak sih blogger yang pinter menulis advertorial?โ€ ๐Ÿ˜†

  8. Ping balik: Duit Blogvertorial Politik, Mau? « Menuliskan Sebelum Terlupakan

Tinggalkan komentar